Friday, February 13, 2009

Pendidikan Bagi Anak Indonesia

(materi lomba poster pocari 2008)

Sumber: Suara Mahasiswa SINDO dan okezone.com/ kamis, 24 Juli 2008 - 09:49 wib

Oleh: Laras Pratiwi



ANAK jalanan kumbang metropolitan. Selalu ramai dalam kesepian. Anak jalanan korban kemunafikan. Selalu kesepian dalam keramaian. Itu adalah salah satu bait dari lagu tempo dulu yang ditenarkan oleh The Rollies.

Lagu itu masih dapat menggambarkan kehidupan anak jalanan, khususnya di Ibu Kota. Peliknya permasalahan anak jalanan semakin menjadi-jadi. Kejamnya jalanan Ibu Kota menjadi tempat mereka bergulat demi mencari sesuap nasi. Kehidupan di jalanan tidak seharusnya dirasakan oleh anak-anak seumuran mereka karena tempat mereka seharusnya adalah di sekolah.

Jutaan anak Indonesia diperkirakan tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena alasan keterbatasan ekonomi. Soal ekonomi memang menjadi hal yang sangat dominan bagi keluarga yang tidak bisa melanjutkan anak-anak mereka untuk bersekolah. Dengan terpaksa anak-anak harus membantu orangtua mereka dengan menjadi pengamen, tukang lap mobil, bahkan tak ayal banyak yang berkelakuan negatif dengan mencuri misalnya.

Hal itu seharusnya tidak terjadi lagi pada zaman yang makin maju dengan konsep pembagian beban kerja ini. Konsepnya jelas. Negara sebagai pelayan dan warga negara sebagai pembayar pajak yang memberi sokongan. JJ Rosseau sang pencetus kontrak sosial pun mungkin akan tersedu-sedan melihat gagalnya negara menjaga warganya.

Apabila mempertanyakan siapa yang harus dipersalahkan dalam masalah ini, tentu saja "hidung" pemerintahlah yang akan pertama ditunjuk. Pemerintah dianggap tidak becus menanggulangi tingkat anak-anak Indonesia yang putus sekolah. Tiap tahunnya malah jumlah anak jalanan semakin meningkat.

Pemerintah tidak serius dalam menangani sistem pendidikan di Indonesia. Tentu saja anak-anak Indonesialah yang menjadi korban. Mulai dari pergantian kurikulum yang justru membuat bingung siswa didik, lalu masalah biaya sekolah yang diperuntukkan bagi anak yang tidak mampu, sampai buku pelajaran pun menjadi masalah.

Sedih memang melihat keadaan pendidikan di Indonesia saat ini. Apabila kita lihat ke depan, kelak anak-anak inilah yang akan menjadi pemimpin di Indonesia. Seharusnya mereka dijaga dan diayomi, bukan ditelantarkan seperti apa yang kita lihat saat ini.

Hari Anak kemarin seharusnya menjadi momen perenungan baik bagi pemerintah maupun masyarakat Indonesia. Anak-anak Indonesia adalah aset bangsa yang harus dijaga, jangan biarkan mereka terbelenggu dengan dunia jalanan yang liar. Jadikan momen ini sebagai langkah baru dalam menjunjung tinggi pendidikan bagi anak-anak Indonesia. (*)

Laras Pratiwi
Mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

0 comments:

Post a Comment