Monday, May 18, 2009

Menentukan Masa Depan Indonesia


Sumber : Suara Mahasiswa SINDO
Tuesday, 19 May 2009


RANGKAIAN dua pemilihan umum tahun 2009 ini akan sangat menentukan nasib bangsa Indonesia. Apakah bangsa ini akan terus terpuruk dalam krisis yang tak kunjung usai ataukah berhasil keluar dari keterpurukan dan memulai kehidupan baru sebagai bangsa yang memiliki harga diri serta sejajar dengan bangsa lain?

Kita sedang menyongsong pemilihan presiden dan wakil presiden yang akan dilaksanakan pada Juli 2009. Tiga pasangan capres dan cawapres telah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mereka adalah Megawati-Prabowo, SBY-Boediono, Jusuf Kalla-Wiranto. Ketiganya akan bertanding memperebutkan kursi kepresidenan dalam bursa pemilu.

Sedikit banyak nasib kita dan bangsa ini akan ditentukan olehnya. Karena pentingnya hal ini,sudah merupakan keharusan jika kita sebagai pemilih mengetahui capres dan cawapres secara utuh dan menyeluruh, baik visi-misi dan program yang ditawarkan maupun moralitas dan kepribadiannya.

Sebab,kita akan memilih seseorang yang kita beri mandat untuk memimpin negara ini dalam lima tahun mendatang. Setiap pasangan capres dan cawapres telah menyampaikan visi dan misinya secara singkat di KPU kemarin.Namun,penyampaian visi dan misi harus dilakukan secara lengkap dan menyeluruh, dilengkapi program kerja tahunan yang bersifat terukur kepada masyarakat Indonesia.

Jangan sampai rakyat selalu dibohongi oleh janji-janji kosong mengenai kesejahteraan, kemajuan bangsa dan semacamnya. Hal ini penting karena melalui cara itulah publik dapat membandingkan mana calon yang memiliki program lebih terukur dan berkesinambungan? Untuk itu kita harap ketika nanti mereka beriklan di media massa tidak hanya ganteng-gantengan atau keren-kerenan, melainkan memberikan janji program yang rasional, yang tangible, dan dapat dimanfaatkan untuk kemajuan bangsa ini.

Diharapkan bahwa para tokoh yang berniat maju sebagai capres pada Pemilu 2009 tidak hanya mengandalkan popularitas, tetapi terutama merupakan figur yang kredibel dan memiliki konsep jelas mengenai perbaikan kondisi bangsa ini.Masyarakat pun diharapkan mendapatkan pendidikan politik dalam pemilu Juli mendatang.

Pendidikan politik diperlukan bagi masyarakat agar memilih calon pemimpin berdasarkan kemampuannya dan keahliannya dalam melihat masalah yang ada berikut dengan solusi untuk mengatasinya. Menentukan masa depan Indonesia tidaklah mudah. Selain membutuhkan calon pemimpin yang kredibel dan prorakyat, rakyat pun dituntut selektif dalam memilih pemimpinya kelak.

Capres dan cawapres yang kredibel tentu saja mereka yang memiliki visi dan misi yang jelas dan konkret.Tidak hanya menjadi bahan kampanye penjaring suara rakyat. Berbagai bentuk kampanye yang saling menjatuhkan satu sama lain justru akan membuat masyarakat bingung dan tidak bisa menempatkan pilihan secara tepat.

Padahal yang dibutuhkan adalah pemimpin yang memiliki konsep yang jelas. Oleh sebab itu, berikanlah pendidikan dan pencerahan politik kepada rakyat. Harapannya, Indonesia memiliki pemimpin yang dapat menjadikan Indonesia lebih baik tentunya.Semoga!(*)

Laras Pratiwi
Mahasiswi Ilmu Komunikasi
FISIP UGM

Friday, March 6, 2009

Jangan Membuat Pemilih Bingung

Sumber : Akademia Kompas/Jumat, 6 Maret 2009

Oleh : Laras Pratiwi


Kurang dari sebulan lagi, bangsa ini merayakan pesta demokrasi. Eforianya mulai terlihat dari pengadaan atribut partai seperti spanduk, bendera, baliho, dan atribut lainnya di berbagai tempat. Selain kampanye konvensional, parpol mulai menggunakan media elektronik seperti televisi sebagai kampanye alternatif.

Sistem memilih pada Pemilu 2009 berbeda dengan pemilu sebelumnya. Dahulu, kita mengenal dengan istilah "nyoblos", yaitu hanya dengan cara mencoblos pada surat suara. Sistem baru dengan cara mencontreng, baik terhadap nama pilihan maupun nama parpol. Tata cara mengunakan hak suara pada Pemilu 2009 ternyata belum banyak diketahui oleh warga khususnya pemilih.

Komisi Pemilihan Umum telah mengusulkan teknis pemberian suara dengan mencentang atau mencontreng. Di lain pihak, teknis ini masih mengundang pro dan kontra dengan alasan masyarakat Indonesia masih asing dengan istilah tersebut.

Alasan yang dikembangkan KPU terhadap perubahan sistem mencoblos lagi-lagi karena terbentur masalah dana. Setidaknya KPU harus menyediakan peralatan seperti paku dan alat lainnya dalam jumlah besar. Apa yang didalilkan oleh KPU terkait perubahan sistem ini cukuplah masuk akal. Alasannya adalah pengurangan anggaran dalam pelaksanaan pemilu. Namun, pemetaan masalah dalam hal ini belum tuntas hanya pada dalil tersebut. Permasalahan sekarang adalah sebagian besar warga justru belum mengetahui sistem mencontreng ini.

Banyak warga yang belum mengetahui sistem baru ini justru akan menjadi bumerang bagi bangsa Indonesia. Dari sini saja sudah terlihat, potensi golput sudah sedemikian besar, ditambah kemungkinan terjadinya kesalahan pada surat suara yang sah. Dalam menghadapi hal seperti ini, seharusnya KPU lebih cepat tanggap. Sosialisasi yang dianggap "telat" tidak akan banyak membantu warga untuk mengerti sistem memilih yang baru. Seharusnya adanya sosialisasi dini sistem contreng walau rentang waktu hingga hari pemilihan masih panjang.

Sosialisasi tersebut juga harus dilakukan secara berkelanjutan hingga mendekati hari pemilihan. Hal ini dilakukan agar masyarakat pemilih memahami betul cara memilih yang benar. KPU juga harus memberikan perhatian lebih pada wilayah-wilayah terpencil. Sudah dapat dipastikan mereka kurang informasi mengenai sistem baru ini. Tanpa sosialisasi dini dan terus-menerus tata cara penyontrengan, dikhawatirkan hasil Pemilu 2009 jauh dari memuaskan sebab banyak kartu suara yang batal akibat salah tata caranya, di samping kemungkinan banyak pula yang tak menggunakan hak memilih dengan alasan tidak mengerti cara yang benar.

Memang harus diakui setiap kebijakan atau peraturan baru akan mengandung konsekuensi. Di dalamnya terdapat sisi positif yang dapat diambil dan sisi negatif yang harus diminimalkan. Jauh dari hal itu adalah bagaimana agar sebuah kebijakan dapat bermanfaat besar demi kesuksesasan pemilu kali ini dan rakyat Indonesia memaknai kebijakan ini sebagai sebuah perubahan untuk menuju Indonesia yang lebih baik tentunya. Semoga!


LARAS PRATIWI

Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Friday, February 13, 2009

Nominasi Academy Design Award 2008 (PACK 2U)

DJANTAN KRETEK (nominasi pemenang kemasan tembakau)

Oleh: Laras Pratiwi


DJANTAN CIGARETTE PACKAGING DESCRIPTION

Saya memilih membuat desain kemasan tembakau karena saya merasa desain-desain yang dipakai oleh UKM sangat bergantung pada desain produk tembakau nasional dan internasional yang sudah ada. Desain-desain produk UKM malahan nyaris meyerupai desain produk nasional dan internasional, yang hanya diganti label dan mereknya saja. Menurut hukum yang berlaku, hal tersebut sudah termasuk tindak pidana dalam hal peniruan atau tidak plagiarism. Dengan latar belakang tersebut saya terdorong untuk membuat desain, label, dan merek baru untuk produk tembakau UKM khususnya di Kudus, Jawa Timur.

Merek yang saya ciptakan diberi nama DJANTAN. Djantan adalah ejaan yang belum disempurnakan dari kata sifat JANTAN. Menggunakan jenis font Aguadafont dengan warna emas dengan perpaduan warna R:156, G:139, B:51 dan C:36%, M:35%, Y:96%, K:12%. Layout depan menggunakan grafis tile dengan warna putih yang disamari dan background depan berwarna hitam dan background dalam dengan putih.

Menggunakan sistem slide pada kemasan, kemasan terdiri dari dua bagian. Bagian dalam sebagai tempat tembakau dan bagian luar sebagai penutup. Ukuran awalnya untuk bagian luar adalah 12,49 * 12, 59 dan untuk bagian dalam dengan ukuran 13,49 * 10,41. Tetapi ukuran dapat disesuaikan dengan keadaan dilapangan.

logo (DJANTAN).jpgLogo sendiri saya ciptakan dengan paduan warna hitam dan putih. Hal tersebut dilakukan guna membuat perpaduan yang sama dengan kemasan.berbentuk lingkaran diasosiasikan sebagai suatu kenikmatan yang tidak ada ujungnya, karena terus berputar. Menggunakan inisial dari DJANTAN yaitu D yang diletakan di tengah-tengah logo produk.



Iklan Sebagai Wadah Menuai Simpati

Sumber : Suara Mahasiswa SINDO/ 4 Februari 2009

Oleh : Laras Pratiwi


Iklan merupakan suatu bentuk pesan penawaran yang dilakukan melalui cara-cara persuasif untuk mempengaruhi konsumen agar bertindak seperti yang diharapkan produsen. Dengan memanfaatkan aspek-aspek psikologis dan sosiologis yang disampaikan melalui media-media tertentu. Data dan fakta inilah yang dalam iklan diformulasikan dalam strategi kreatif dan dimanifestasikan dalam bentuk teks, audio, visual, maupun audio visual, sesuai dengan karakter masing-masing media yang digunakan, dalam hal ini media yang digunakan adalah televisi.

Apakah mengiklankan produk politik serupa dengan cara mengiklankan produk-produk lainnya? Jawabannya ya ketika kita melihat euforia iklan-iklan politik di stasiun-stasiun televisi belakangan ini. Iklan terebut terlihat sama saja seperti sedang menjual produk ke pasaran. menjajakan keunggulan, keuntungan, bahkan tak ayal mereka berani memberi janji. Parpol baru sangat gencar melakukan exposure iklan dibeberapa stasiun televisi. Parpol lama pun tidak mau kalah dengan membuat iklan yang serupa.

Iklan politik hadir ketika parpol-parpol merasa bahwa cara kampanye konvensional kurang memadai untuk menjaring suara lebih luas. Iklan politik kemudian dianggap sebagai fresh alternative disamping kampanye konvensional. Iklan politik di Indonesia sudah berkembang sejak Pemilu 1999. Partai-partai politik mulai menunjuk agen periklanan guna membuat profile atau iklan tentang parpol mereka. Iklan yang berisi informasi, persuasi, bahkan janji-janji terus menggaung di televisi RI selama pemilu berlangsung.

Belanja iklan politik mencapai puluhan miliar rupiah. Bukanlah jumlah yang kecil, bahkan jumlah itu bukanlah jumlah pasti dan bisa lebih besar lagi. Hal mengenai belanja iklan politik tidak diketahui khalayak karena hal tersebut disimpan oleh biro iklan yang sudah dikontrak untuk tidak membeberkan jumlah biaya belanja iklan parpol tertentu.

Secara umum masyarakat merasa kecewa dengan kualitas pesan periklanan politik dalam kampanye pemilu legislatif yang baru-baru ini. Dalam pandangan mereka pesan periklanan tersebut hampir semuanya tidak informatif dan cenderung menyesatkan. Karena sifat dasarnya yang informatif-persuasif, periklanan dapat mengaktualisasikan makna kesejahteraan kepada masyarakat luas. Iklan politik harus menjadi bagian dari pendidikan politik rakyat. Artinya, melalui informasi periklanan politik para pemilih seharusnya mengalami pencerahan sehingga menjadi pemilih yang cerdas dan mandiri. Maka, selain dituntut bersifat etis, iklan politik juga dituntut bersifat transparan dan demokratis.

Laras Pratiwi
Mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Gadjah Mada Yogyakarta


Menolak Politisi Busuk

Sumber: Suara Mahasiswa SINDO dan okezone.com/ Rabu, 27 Agustus 2008

Oleh: Laras Pratiwi

NDONESIA merupakan salah satu dari negara terkorup di dunia. Hal ini tidak terlepas dari peran para petinggi negara yang salah satunya adalah politikus.


Selama ini politikus hanya mengumbar janji, melakukan korupsi di mana-mana sehingga hak-hak asasi manusia pun terabaikan. Masih adakah hati nurani politikus di bumi pertiwi ini? Jawaban dari pertanyaan inilah yang nantinya akan sulit untuk dikemukakan. Rakyat telanjur antipati terhadap sikap politikus selama ini.

Mereka berjanji memperbaiki kehidupan di Indonesia, tetapi mereka malah meracuninya dengan arogansi dan kepentingan pribadi yang mereka bawa. Politikus busuk merupakan penghambat Indonesia untuk terus berkembang.Mereka membiarkan Indonesia berjalan di tempat,tertinggal dari negara berkembang lain. Mereka dianggap tidak dapat melindungi masyarakat dari dunia perekonomian yang semakin karut-marut ini.Fatsun politik pun dikangkangi.

Politik yang memiliki otoritas dan moral jiwa yang sahaja tampaknya sudah lama dilempar ke tong sampah oleh politikus busuk itu.Bangsa yang berdemokrasi ini tidak akan menjadi demokratis apabila politikus busuk tetap dibiarkan berkeliaran di relung-relung pemerintahan Indonesia. Sekarang ini muncul sebuah gerakan yang membela masyarakat dari menyeruaknya politikus busuk di Indonesia.

Gerakan itu disebut sebagai Gerakan Nasional Tidak Pilih politikus Busuk (Ganti Polbus), sebuah gerakan yang diharapkan menjadi jawaban dari sebuah keadilan sosial yang dipertanyakan. Gerakan ini bertujuan bukan saja untuk menyelamatkan bangsa ini dari jiwa-jiwa koruptor,pengonsumsi narkoba,penyeleweng dana dan HAM,melainkan juga untuk menjadikan sebuah semangat dari kekuatan pemilihan wakil-wakil negara. Memang tidak mudah dalam sebuah negara memilih pemimpin yang memiliki jiwa pemimpin seperti yang diimpikan.

Seorang pemimpin diharapkan adalah seorang yang memiliki integritas pribadi yang tinggi,memiliki jiwa pemimpin,memiliki semangat kerakyatan,dan mempunyai jiwa keadilan. Tentu sebagai negara yang demokratis, rakyat mempunyai peranan paling vokal dalam menunjuk sang pemimpin. Itu bukan perkara mudah. Banyak sekali hasil dari kepalsuan yang dijanjikan oleh politikus sehingga rakyat seperti ditipu oleh busana necismereka. Jadi,bagaimana mengubah perpolitikan dan politikus di Indonesia menjadi lebih baik?

Jawabannya adalah dengan menolak politikus busuk yang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat di negeri ini. Misalnya dengan cara memilih politikus berpendidikan tinggi, melakukan rekonstruksi personal pada tiap aparat negara dalam hal pendidikan. Tentu saja untuk itu kita tidak bisa melupakan pendidikan politik bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini bertujuan mencerdaskan bangsa dalam berpolitik.Jadikanlah bangsa ini menjadi bangsa yang lebih maju, jadikan itu bukan hanya mimpi.Amin.(*)

Laras Pratiwi
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, FISIP UGM

Pendidikan Bagi Anak Indonesia

(materi lomba poster pocari 2008)

Sumber: Suara Mahasiswa SINDO dan okezone.com/ kamis, 24 Juli 2008 - 09:49 wib

Oleh: Laras Pratiwi



ANAK jalanan kumbang metropolitan. Selalu ramai dalam kesepian. Anak jalanan korban kemunafikan. Selalu kesepian dalam keramaian. Itu adalah salah satu bait dari lagu tempo dulu yang ditenarkan oleh The Rollies.

Lagu itu masih dapat menggambarkan kehidupan anak jalanan, khususnya di Ibu Kota. Peliknya permasalahan anak jalanan semakin menjadi-jadi. Kejamnya jalanan Ibu Kota menjadi tempat mereka bergulat demi mencari sesuap nasi. Kehidupan di jalanan tidak seharusnya dirasakan oleh anak-anak seumuran mereka karena tempat mereka seharusnya adalah di sekolah.

Jutaan anak Indonesia diperkirakan tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena alasan keterbatasan ekonomi. Soal ekonomi memang menjadi hal yang sangat dominan bagi keluarga yang tidak bisa melanjutkan anak-anak mereka untuk bersekolah. Dengan terpaksa anak-anak harus membantu orangtua mereka dengan menjadi pengamen, tukang lap mobil, bahkan tak ayal banyak yang berkelakuan negatif dengan mencuri misalnya.

Hal itu seharusnya tidak terjadi lagi pada zaman yang makin maju dengan konsep pembagian beban kerja ini. Konsepnya jelas. Negara sebagai pelayan dan warga negara sebagai pembayar pajak yang memberi sokongan. JJ Rosseau sang pencetus kontrak sosial pun mungkin akan tersedu-sedan melihat gagalnya negara menjaga warganya.

Apabila mempertanyakan siapa yang harus dipersalahkan dalam masalah ini, tentu saja "hidung" pemerintahlah yang akan pertama ditunjuk. Pemerintah dianggap tidak becus menanggulangi tingkat anak-anak Indonesia yang putus sekolah. Tiap tahunnya malah jumlah anak jalanan semakin meningkat.

Pemerintah tidak serius dalam menangani sistem pendidikan di Indonesia. Tentu saja anak-anak Indonesialah yang menjadi korban. Mulai dari pergantian kurikulum yang justru membuat bingung siswa didik, lalu masalah biaya sekolah yang diperuntukkan bagi anak yang tidak mampu, sampai buku pelajaran pun menjadi masalah.

Sedih memang melihat keadaan pendidikan di Indonesia saat ini. Apabila kita lihat ke depan, kelak anak-anak inilah yang akan menjadi pemimpin di Indonesia. Seharusnya mereka dijaga dan diayomi, bukan ditelantarkan seperti apa yang kita lihat saat ini.

Hari Anak kemarin seharusnya menjadi momen perenungan baik bagi pemerintah maupun masyarakat Indonesia. Anak-anak Indonesia adalah aset bangsa yang harus dijaga, jangan biarkan mereka terbelenggu dengan dunia jalanan yang liar. Jadikan momen ini sebagai langkah baru dalam menjunjung tinggi pendidikan bagi anak-anak Indonesia. (*)

Laras Pratiwi
Mahasiswi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Mahasiswa dan Gerakan Anti Korupsi

Sumber: Suara Mahasiswa SINDO dan okezone.com/ Senin, 4 Agustus 2008 - 10:53
Oleh: Laras Pratiwi

KORUPSI sudah menjadi sesuatu yang sistemik. Tiap tahunnya selalu berkembang kasus korupsi. Belum selesai kasus terdahulu, sudah muncul lagi kasus korupsi yang baru. Indonesia ibarat sudah kenyang dengan kasus penyalahgunaan uang rakyat ini.

Bahkan pemahaman akan korupsi bergeser menjadi hal yang wajar dan tak lagi dianggap tabu. Ironisnya, banyak masyarakat yang semakin pesimistis dengan angka korupsi yang semakin menjamur di Indonesia. Apakah Indonesia harus bangga dengan status korupsi pada bangsa ini? Semua pihak di seluruh lapisan harusnya membentuk garda dalam memberantas polemik ini.

Saat ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang melakukan koordinasi dalam memberantas korupsi di Indonesia. Selain pihak-pihak terkait tersebut, masyarakat juga harus ikut andil dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Mahasiswa yang mendapat julukan sebagai kelompok penekan sangat dibutuhkan partisipasinya dalam gerakan memberantas korupsi.

Generasi muda harus dihindarkan dari benih-benih awal korupsi. Mereka harus diselamatkan dari penyakit korupsi di Indonesia. Hal ini harus dilakukan untuk dapat mewujudkan Indonesia menjadi negara yang maju tanpa adanya cacat-cacat korupsi di tubuh pemerintahan Indonesia.

Harus ada penanaman moralitas yang tinggi terhadap generasi-generasi muda seperti halnya mahasiswa dan pembentukan jiwa yang berhati antikorupsi. Pengetahuan yang cukup untuk mahasiswa tentang korupsi menjadi hal yang krusial. Mahasiswa harus mengetahui apa sebenarnya korupsi, sekotor apa, dan separah apakah penyakit korupsi itu? Jelas hal ini harus diketahui oleh para mahasiswa yang merupakan generasi intelektual bagi kemajuan bangsa ini berikutnya.

Saat ini dibutuhkan gerakan yang revolusioner bagi para generasi intelektual. Mereka harus segera mengokohkan dan menumbuhkan jiwa antikorupsi di jiwa mereka. Mahasiswa diharapkan berada di lini terdepan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.

Mereka dengan pemikiran intelektualnya dijadikan yang terdepan dan mengobarkan semangat Reformasi, memantau setiap jalannya agenda Reformasi tiap tahunnya sampai saatnya agenda tersebut selesai dan digantikan oleh agenda berikutnya.

Strategi bersama harus dilakukan oleh gerakan mahasiswa dan pihak-pihak yang terkait dalam pemberantasan korupsi pada bangsa ini. Dengan ini diharapkan Indonesia menjadi negara yang lebih baik tanpa harus adanya korupsi lagi. Semoga! (*)

Laras Pratiwi
Mahasiswi Ilmu Komunikasi, FISIP UGM

Pemerintah Harus Kritis

Sumber: Suara Mahasiswa SINDO/ Kamis, 17 Juli 2008

Oleh: Laras Pratiwi

Setelah Krisis pangan, kini krisis listrik melanda Indonesia. Pemerintah dibuat kalang kabut dalam menghadapi krisis listrik yang juga disebabkan oleh naiknya harga minyak dunia. Padamnya listrik Jawa-Bali sudah menjadi petanda bahwa pasokan listrik negeri kita sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik masyarakat dan industri. Ironi memang, Negeri kita dikenal dengan kekayaan sumber daya alam yang berlimpah ruah yang diimpikan tidak akan mengalami krisis seperti ini.

Kebutuhan energi listrik negeri kita tidaklah sedikit, tentu saja kebutuhannya akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Pemerintah dituntut untuk berpikir kritis atas fenomena ini. Jangan hanya saling menyalahi satu sama lain. Kelemahan perencanaan energi kita menjadi jawaban atas terjadinya hal ini. Bayangkan saja, syarat setrum yang dibutuhkan untuk listrik tetap menyala sekitar 30 persen sedangkan cadangan setrum milik PLN hanya 20 persen. Hal inilah yang sedang dialami oleh negeri kita saat ini.

Pihak pemerintah sendiri sudah mengambil beberapa langkah sebagai antisipasi dalam krisis listrik. Mulai dari pemadaman listrik sampai usaha pengalihan waktu kerja industri. Alih-alih mengatasnamakan keadilan, pemerintah melakukan pemadaman bergilir. Toh nyatanya, banyak dari berbagai lapisan masyarakat yang merasa dirugikan akan hal tersebut. Meski pemadaman listrik hanya terjadi pada wilayah kecil, tetapi hal serupa bisa saja tejadi kedepannya.

Pengalihan waktu kerja industri yang sedang dicanangkan oleh pihak pemerintah ditanggapi bermacam-macam oleh pihak industri. Banyak pengusaha yang menyanggupi tuntutan pemerintah untuk melakukan penghematan, tetapi itupun hanya untuk jangka pendek. Kebijakan kebijakan yang dilakukan pemerintah dan pihak yang terkait tak memiliki visi yang jelas demi pemenuhan kebutuhan energi yang dibutuhkan masyarakat. Jika masalah ini tidak segera dibenahi, krisis listrik akan berkepanjangan dan pasokan listrik pun akan habis. Lagi-lagi pemerintah harus berpikir kritis dalam menanggapi masalah ini.

Pembenahan secara fundamental dibutuhkan pada krisis listrik ini, agar tidak berkepanjangan dan tidak terulang untuk tahun-tahun berikutnya. Masyarakat dan Industri-lah yang menjadi korban akan hal ini. Dari krisis listrik ini dapat kita lihat bahwa pengelolaan manajemen PLN masih sangat buruk sehingga kepercayaan masyarakat sangat rendah terhadap PLN. Pihak-pihak yang terkait seharusnya lebih intropeksi diri dan berbenah diri.


Laras Pratiwi
Mahasiswa Ilmu Komunikasi, FISIP UGM