Friday, March 6, 2009

Jangan Membuat Pemilih Bingung

Sumber : Akademia Kompas/Jumat, 6 Maret 2009

Oleh : Laras Pratiwi


Kurang dari sebulan lagi, bangsa ini merayakan pesta demokrasi. Eforianya mulai terlihat dari pengadaan atribut partai seperti spanduk, bendera, baliho, dan atribut lainnya di berbagai tempat. Selain kampanye konvensional, parpol mulai menggunakan media elektronik seperti televisi sebagai kampanye alternatif.

Sistem memilih pada Pemilu 2009 berbeda dengan pemilu sebelumnya. Dahulu, kita mengenal dengan istilah "nyoblos", yaitu hanya dengan cara mencoblos pada surat suara. Sistem baru dengan cara mencontreng, baik terhadap nama pilihan maupun nama parpol. Tata cara mengunakan hak suara pada Pemilu 2009 ternyata belum banyak diketahui oleh warga khususnya pemilih.

Komisi Pemilihan Umum telah mengusulkan teknis pemberian suara dengan mencentang atau mencontreng. Di lain pihak, teknis ini masih mengundang pro dan kontra dengan alasan masyarakat Indonesia masih asing dengan istilah tersebut.

Alasan yang dikembangkan KPU terhadap perubahan sistem mencoblos lagi-lagi karena terbentur masalah dana. Setidaknya KPU harus menyediakan peralatan seperti paku dan alat lainnya dalam jumlah besar. Apa yang didalilkan oleh KPU terkait perubahan sistem ini cukuplah masuk akal. Alasannya adalah pengurangan anggaran dalam pelaksanaan pemilu. Namun, pemetaan masalah dalam hal ini belum tuntas hanya pada dalil tersebut. Permasalahan sekarang adalah sebagian besar warga justru belum mengetahui sistem mencontreng ini.

Banyak warga yang belum mengetahui sistem baru ini justru akan menjadi bumerang bagi bangsa Indonesia. Dari sini saja sudah terlihat, potensi golput sudah sedemikian besar, ditambah kemungkinan terjadinya kesalahan pada surat suara yang sah. Dalam menghadapi hal seperti ini, seharusnya KPU lebih cepat tanggap. Sosialisasi yang dianggap "telat" tidak akan banyak membantu warga untuk mengerti sistem memilih yang baru. Seharusnya adanya sosialisasi dini sistem contreng walau rentang waktu hingga hari pemilihan masih panjang.

Sosialisasi tersebut juga harus dilakukan secara berkelanjutan hingga mendekati hari pemilihan. Hal ini dilakukan agar masyarakat pemilih memahami betul cara memilih yang benar. KPU juga harus memberikan perhatian lebih pada wilayah-wilayah terpencil. Sudah dapat dipastikan mereka kurang informasi mengenai sistem baru ini. Tanpa sosialisasi dini dan terus-menerus tata cara penyontrengan, dikhawatirkan hasil Pemilu 2009 jauh dari memuaskan sebab banyak kartu suara yang batal akibat salah tata caranya, di samping kemungkinan banyak pula yang tak menggunakan hak memilih dengan alasan tidak mengerti cara yang benar.

Memang harus diakui setiap kebijakan atau peraturan baru akan mengandung konsekuensi. Di dalamnya terdapat sisi positif yang dapat diambil dan sisi negatif yang harus diminimalkan. Jauh dari hal itu adalah bagaimana agar sebuah kebijakan dapat bermanfaat besar demi kesuksesasan pemilu kali ini dan rakyat Indonesia memaknai kebijakan ini sebagai sebuah perubahan untuk menuju Indonesia yang lebih baik tentunya. Semoga!


LARAS PRATIWI

Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada Yogyakarta